Apa yang salah dengan sistem ini?

Hari ini adalah hari ke-7 liburan. Liburan ini jadi nggak berasa. Maksudnya berasa pahit banget lantaran dikasih tugas seabrek sama guru-guru. 7 hari rasanya masih kurang kalo dibandingin tugas segitu banyak dan semata-mata cuma buat ngejar nilai. Ngomong-ngomong soal sesuatu yang banyak, aku jadi inget percakapan aku sama guru les aku, John yang notabene guru les bahasa Inggris aku. 


John yang emang orang bule nan berkebangsaan Skotlandia ngomong pake bahasa Inggris sama aku. Ya iyalah, masa bule ngomong bahasa jawa, pak-le dong jadinya, hehe


"Menurut kamu junk food itu baik?", John nanya ke aku.


Terus aku jawab "Nggak baik."


"Sebenarnya masih baik asalkan kamu memakannya dalam batas yang wajar", kata John.


Dengan polosnya aku cuma jawab "Oh" ditambah tampang bego'.


John nanya lagi "Menurut kamu  makanan yang bukan junk food seperti ayam, ikan, tahu atau tempe *lho!* baik?", katanya lagi.


"Baik", jawabku.


"Sebenarnya tidak baik jika kamu makan terlalu banyak dan tidak baik jika kamu makan terlalu sedikit", ungkapnya.


Terus aku cuma ngangguk-ngangguk.


Aku akuin deh John adalah orang yang bijaksana. Nggak sia-sia deh punya guru yang open mind kayak dia. Andaikan aku diberi kesempatan berguru lagi padanyaaaa. . .*nggak-dapet-biaya-dari-orangtua.com*


Oh ya, anyway tahu ama tempenya boong tuh. Aku lupa beliau ngomong apaan. Tapi kira-kira sih gitu, tanpa tahu dan tempe, ingaaat!


Nah lanjut, pengalaman ini aku kaitkan sama peer yang seabrek ini. Pertanyaanku datang, 


Wajarkah jika kita diberikan peer dalam jumlah yang terlalu banyak?
Jawaban aku nggak. 


Kenapa? 
Karena menurut aku siswa itu bukan robot. Kami juga manusia, diciptakan bukan hanya menuntut ilmu dengan cara formal seperti ini dan hanya dihargai dengan angka. Haruskah kuantitas diletakkan diatas kualitas? Definitely, nope.


*Kebanyakan bikin peer otak siswa jadi heng dan meruntuhkan minat siswa dalam belajar, berilah kami tugas dalam porsi yang sedang sedang saajaaa syalalalalalalalala  -_-"


Apakah angka-angka itu begitu berarti?
Sekali lagi menurut aku nggak. Namun kenyataannya kamu nggak bisa dapet sekolah bagus kalo nggak punya nilai tinggi di sini. Secara nggak sadar juga otak kamu diasah untuk ngejar nilai-nilai itu. 


Sementara siswa yang udah kenyang dengan cuma melihat peer yang seabrek itu minta contekan dari temen untuk ngerjain tugas dia biar tugasnya selesai, mereka hanya merasakan ketidamampuan untuk mengerjakan tugas yang dianggap nggak sanggup lagi untuk dikerjakan. Tipe pelajar yang kayak gini nggak lain dan nggak bukan adalah tiPe Gu3 BaN9eEetZzz *alay mode on* mungkinkah kamu termasuk tipe pelajar seperti ini? 


Mereka sebagai staff pengajar kadang nggak sadar bahwa siswa itu cuma berorientasi pada nilai hanya karena tuntutan. Mereka kadang khilaf dengan tidak memikirkan apakah ilmu yang diberikan akan tersampaikan dengan baik ke murid didiknya bila memberikan tugas seabrek yang padahal sebenernya bikin siswa kejang-kejang karena tugasnya udah kebangetan. Apalagi kalau tiap guru ingin mata pelajarannya dinomersatukan, kalo ada 10 guru cengana kitaaa *lemes*


Menurut aku, ilmu itu nggak bisa hanya dinilai dengan angka. Dan di Indonesia, angka-angka itu sangat berarti. Angka itu nentuin kedudukan kamu. Semakin tinggi nilai kamu, semakin pintarlah kamu di mata orang


Buat apa ada angka yang bagus kalau penerapannya sama aja dengan nol. Angka kamu bisa dibilang nggak ada harganya. Dan sekali lagi faktanya adalah nilai kamu adalah segalanya di sini.


Kadang banyak orang yang aku liat nggak begitu pintar di sekolah tapi wawasannya luas. Bisa aja yang jadi contoh Albert Einstein. Di depak gara-gara dianggap idiot di sekolah. Liat deh, dia sukses kok nemuin teori relativitas. Dengan caranya sendiri dia bisa nemuin keberhasilan.


Dan sekali lagi, apakah penemuannya dinilai dengan angka? 
Sekali lagi juga aku jawab nggak.




_I just hate this kind of education system_

Komentar

  1. bener bgt tu,,,aku pengen berontak tapi gak bisa,,maen nya afektif guru" itu,,,
    "efektif "k"
    aku juga manusia punya rasa punya hati jangan samakan dengan pisau belati

    BalasHapus
  2. Hehe, iyaa -__-
    guru ituu, nano-nano, ya kan?

    Ini yang pahitnyaaa, hehe :D

    BalasHapus
  3. :), aku jd ingat waktu masih skolah dulu, ya kayak gitu jg, emang yg penting adalah ilmunya, tp setidaknya jika emang bisa dengan ilmunya, g perlu khawatir dengan masalah nilai, maslah perbedaan pandangan dengan guru, yah begitulah.g kaget. hehe

    BalasHapus
  4. waah, ternyata anda udah pernah ngalamin masa-masa kayak gini.

    Yap, ilmu itu emang penting :D

    BalasHapus

Posting Komentar

Ada pertanyaan, kripik dan saran?

Postingan Populer