IMYP: Mengenal Budaya Mandar

1 Desember 2015
Tinambung, Sulawesi Barat

Hari ini kita diajak ke tempat pembuatan Sande'. Kalau orang Bugis bangga sama Pinisi, orang Mandar bangga sama Sande'. Ngomong-ngomong tentang Mandar, Mandar adalah suku yang mayoritasnya bermukim di Provinsi Sulawesi Barat. Mereka memiliki warisan budaya, Siri', begitu mereka menyebutnya yang di dalamnya terdapat norma dan etika yang dijadikan sebagai prinsip hidup sehingga mereka memiliki keberanian dalam menegakkan kebenaran.

Singkat kata kehidupan orang Mandar ini deket banget sama laut. Nggak heran orang dari suku Mandar ini jadi pelaut handal. Mereka juga terkenal dengan perahu tradisional yang mereka bikin, salah satunya adalah perahu Sande', atau biasa disebut dengan lopi (perahu) Sande'. Waktu ke sana, mereka menceritakan kebanggaan mereka tentang perahu ini. Lopi Sande' pernah juga dipamerkan di Perancis pada 1977. Ceritanya lopi Sande' ini jadi duta bahari untuk mewakili Indonesia di sana.

Pagi hari, kita berangkat menggunakan pete-pete menuju Kabupaten Polewali Mandar atau biasa disebut Polman untuk melihat bagaimana pembuatan Sande' lebih dekat. Pete-pete kita berjalan menuju sebuah tempat bernama Tinambung. 

Selama ini cuma tau Polman dari TV doang :v

Setelah tiba di Tinambung, kita berjalan menuju pinggir pantai untuk mendengarkan penjelasan yang dituturkan oleh Bapak Muhammad Ridwan tentang lopi Sande'. Perahu Sande' berbentuk pipih dan berwarna putih. Tujuannya adalah karena warna putih tidak cepat panas. Beliau memaparkan bahwa Sande' artinya runcing. Katanya, perahu Sande' adalah perahu tercepat bukan hanya di nusantara, tetapi di dunia.

Lopi Sande' dibuat dari kayu tippulu dan palapi. Kayunya kuat namun ringan dan tidak berayap. Satu batang pohon akan digunakan untuk membuat satu dasar perahu. Uniknya, batang kayu tidak dipotong-potong melainkan dilobangi tengahnya untuk membuat dasar perahu. Perahu ini dapat bertahan hingga usia 40-50 tahun.

Pak M. Ridwan lagi nengokin kompas~

Untuk menentukan arah saat berlayar, pelaut Mandar harus bisa membaca arah tidak hanya melalui kompas, tetapi juga angin, bintang, serta burung-burung dan lainnya. Ayo tebak, menurut kamu gampangan baca arah angin, bintang dan burung, atau baca pikiran dan perasaan? :v

Pelaut Mandar sendiri tetap menjaga tradisi agar anak-anak mereka juga menjadi pelaut yang handal. Sejak kecil, anak-anak Mandar diajak untuk melaut sehingga bisa belajar tentang laut. Kadang dilema juga sih, mau sekolahin anak tinggi-tinggi, atau nerusin kegiatan melaut yang emang udah jadi tradisi turun temurun.

Seorang Ibu sedang manette

Setelah mempelajari tentang Lopi Sande', kita beranjak menuju sebuah rumah di dekat pantai. Di rumah tersebut, seorang ibu tengah mendemokan 'manette'. Manette berarti menenun. Ibu-ibu ini menenun sutra khas Mandar. Kegiatan ini biasanya dilakukan ibu-ibu untuk mengisi waktu menunggu suaminya balik melaut. Daripada galau nunggu, mending melakukan aktivitas yang produktif, kan? :3

Kita pergi ke suatu tempat bernuansa tradisional berbentuk rumah panggung dan yang pasti masih di sekitaran Polman tempatnya setelah melihat Lopi Sande' dan budaya Manette. Di sana kita belajar lebih dalam tentang asal mula orang Mandar yang mendiami Sulawesi Barat.

Ga' tau nama rumahnya :(

Nah, Sulawesi Barat adalah provinsi ke-33 di Indonesia. Provinsi ini merupakan pemekaran dari Provinsi Sulawesi Selatan yang dibentuk pada 5 Oktober 2004. Deketan sama ultah saya kan yaaa #kodekado

Sebanyak 49,15% penduduk Sulawesi Selatan adalah orang Mandar. Mandar berarti air. Filosofinya, air selalu mencari tempat yang rendah. Hal ini menandakan bahwa orang Mandar harus tetap rendah hati meskipun mereka telah sukses. 

Para pembicara~

Salah seorang pembicara, Pak Nurdin mengatakan "Mandar adalah tempat yang berdemokrasi sebelum revolusi Perancis". Disebut demokrasi karena rakyat bisa melantik siapa saja yang dikehendaki untuk menjadi raja. 

Bapak Asep, pembicara, menambahkan bahwa tidak ada putra mahkota di Mandar. Siapa saja yang berkompetensi bisa menjadi raja. Berbeda dengan pemerintahan monarki yang biasanya bikin peraturan kalau raja harus berasal dari keluarga kerajaan secara turun temurun. Bahkan menurut penuturan beliau, banyak raja yang diturunkan seminggu setelah dilantik karena melanggar aturan. Lah, kalau zaman sekarang, pejabat udah tau salah malah nggak mau turun :"D

Mereka menggunakan 4 cara untuk memutuskan perkara. Yang pertama adalah meneliti perkara tentang apa yang terjadi, lalu menganalisa perkara, setelah itu memeriksa, dan yang terakhir bertanya kepada saksi. Saking arifnya, raja juga aktif mengutus orang untuk menyelesaikan konflik yang terjadi ke berbagai daerah.

Pengalaman ini memberikan gambaran kepada saya tentang bagaimana kehidupan suku Mandar, kebudayaan serta nilai-nilai kehidupan yang bisa diambil, dan demokrasinya yang udah kece dari dulu :3

Komentar

Posting Komentar

Ada pertanyaan, kripik dan saran?

Postingan Populer